BONEKU.COM,– Pemerintah mulai sita kebun-kebun sawit ilegal dalam kawasan hutan. Dalam perjalanan, kebun sawit ilegal sitaan kemudian satgas serahkan kepada BUMN sebagai pengelola, PT PT Agrinas Palma Nusantara (Agrinas).
Lewat Peraturan Presiden Perpres No 5/2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan yang keluar akhir Januari 2025 terbentuk
Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan (PKH), dengan Sjafrie Sjamsoeddin, Menteri Pertahanan, sebagai ketua pengarah.
Satgas PKH sudah mulai jalan. Bahkan, pada 23 Maret 2025, mereka sudah pendataan dan verifikasi terhadap objek kawasan hutan yang akan dilakukan penguasaan kembali.
Menurut data Satgas PKH, ada sekitar 1.177.194,34 hektar sawit ilegal dalam kawasan hutan yang akan negara ambil alih. Dari target itu, 1.001.674,14 hektar sudah berhasil negara kuasai. Lahan-lahan sawit itu tersebar di sembilan provinsi, 64 kabupaten dan 369 perusahaan.
Febrie Adriansyah, Ketua pelaksana Satgas PKH juga Jampidsus Kejagung seperti dikutip dari Kumparan.com mengatakan, pengambilalihan lahan sawit ilegal itu tak selalu berjalan mulus.
Dia bilang, ada saja kendala lapangan, termasuk belum melakukan penagihan denda bersamaan saat penguasaan kawasan.
“Saat ini, hal itu masih tahap pembahasan, seiring perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 24/2021 tentang tata cara pengenaan sanksi administratif dan tata cara penerimaan negara bukan pajak berasal dari denda administratif di bidang kehutanan,” katanya masih dari Kumparan.com.
Selain itu, masih ada beberapa masalah hukum yang mereka terus identifikasi dan selesaikan. Satu contoh, beberapa aset yang Satgas PKH kuasai masih memiliki hak tanggungan di perbankan.
Kondisi ini berisiko secara umum, namun mereka sedang berupaya menyelesaikan melalui koordinasi dengan Kementerian BUMN.
Dia bilang, penertiban lahan sawit ilegal awalnya berdasarkan UU Undang Cipta Kerja. Karena masih banyak perusahaan tidak patuh, Perpres No. 5/2025 pun terbit untuk memperkuat itu.
Febrie bilang, peran Satgas PKH hanya untuk verifikasi atas lahan yang akan dikuasai.
“Setelah dikuasai, lahan sawit akan dicatat ulang oleh pemerintah, mulai dari Kementerian Keuangan hingga Kementerian Kehutanan.”
Dalam Perpres Nomor 5/2025, yang mewajibkan negara mengembalikan kawasan hutan yang disalahgunakan ke fungsi aslinya. Kebijakan ini awalnya dipahami sebagai upaya mengambil alih lahan yang dikuasai tanpa izin dan mengembalikan ke kondisi hutan semula.
Saat Satgas PKH akan menyerahkan 1 jutaan hektar sawit ilegal dalam kawasan hutan ke PT Agrinas Palma Nusantara (Agrinas), BUMN yang baru terbentuk.
Bahkan, pada 10 Maret 2025, Satgas PKH sudah penyerahan tahap I kebun sawit ilegal dalam kawasan hutan seluas 221.868,421 hektar kepada Agrinas. Sebelumnya kawasan itu dalam kuasa Duta Palma Group.
Pada 18 Maret, satgas lakukan penyitaan di kawasan yang dalam kelola PT Globalindo Alam Perkasa (Globalindo) seluas 12.069 hektaran. Anak usaha Musim Mas ini merasa perusahaan punya izin lengkap dari izin usaha perkebunan sampai hak guna usaha (HGU).
Selanjutnya, pada 26 Maret 2025, Satgas PKH kembali menyerahkan seluas 216.997,75 hektar kepada perusahaan BUMN itu.
Penyerahan ini mereka klaim sebagai tindak lanjut Perpres Nomor 5/2025, yang mengatur kawasan hutan dalam penguasaan tanpa izin akan kembali ke negara dan dikelola sesuai kebijakan pemerintah.
Menurut Febrie, penyerahan ini menunjukkan komitmen pemerintah mengembalikan hak negara atas lahan yang terpakai ilegal, sambil memastikan kesejahteraan masyarakat dan menjaga kelestarian lingkungan.
Dia katakan, kebijakan ini bukanlah nasionalisasi, melainkan pengembalian aset negara yang dikuasai tanpa izin.
“Setiap langkah dilakukan transparan, melalui proses hukum yang jelas, serta mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi bagi masyarakat setempat,” katanya. (*)
Tim Redaksi