BONE, BONEKU.COM — Permasalahan fasilitas umum (fasum), fasilitas sosial (fasos), hingga prasarana dan utilitas (PSU) di BTN Bone Wood Gardenia akhirnya terungkap setelah warga menyampaikan keluhan terkait kondisi drainase, jalan, dan jembatan di perumahan tersebut. Hingga kini, pengembang diketahui belum menyerahkan PSU kepada pemerintah, sehingga seluruh keluhan warga masih menjadi tanggung jawab pihak pengembang.

Tidak hanya terjadi di BTN Bone Wood Gardenia, persoalan serupa juga dialami warga BTN Puri Tiara Indah, yang berada dalam kelurahan yang sama. Seorang warga berinisial AD mengungkapkan kekecewaannya karena pihak Bank Tabungan Negara (BTN) mengaku tidak mengantongi sertifikat rumah yang hendak ia lunasi. Karena hal itu, AD menghentikan pembayaran kredit sejak lima tahun lalu.

Baca Juga:  Waspada Modus Penipuan Online, Kurir Jadi Target Sasaran

AD menjelaskan bahwa awalnya ia berniat melunasi kredit rumah yang dibeli mantan suaminya pada tahun 2009. Namun keinginan itu urung dilakukan setelah pihak bank menyatakan tidak memegang sertifikat rumah, serta tidak mengetahui keberadaan pengembang.

“Saya sudah dua kali bertemu pimpinan cabang. Dulu saya mau lunasi, tapi setelah konfirmasi, pihak bank bilang tidak ada sertifikatnya dan tidak tahu di mana developernya. Jadi saya hentikan pembayarannya, padahal sisanya tinggal sedikit,” ungkap AD.

Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bone, Kuncoro Bakti Hanung Prihanto, yang ditemui di ruang kerjanya pada Kamis (20/11/2025), menjelaskan bahwa pengembang wajib menyiapkan sertifikat sejak awal, baik sertifikat induk maupun yang sudah dipecah sesuai site plan.

Baca Juga:  Jelang Pilkada, KPU Bone Garap Media Publikasi

“Pengembang harus membebaskan lahan terlebih dahulu, mengurus izin, dan memastikan akta pendirian PT-nya jelas di bidang perumahan. Setelah itu mengajukan permohonan hak. Nantinya terbit sertifikat induk atas nama pengembang, misalnya PT B, lalu dipecah sesuai site plan, baru kemudian dibaliknamakan ke masing-masing konsumen,” jelas Hanung.

Ia menegaskan bahwa BPN tidak mungkin menahan sertifikat, sehingga kasus seperti yang dialami AD harusnya tidak terjadi jika pengembang menjalankan kewajibannya. Hanung menyebut, praktik pengembang nakal kerap merugikan masyarakat.

Baca Juga:  1 Ball Sabu Diamankan Polisi Dari Tangan Pemuda 24 Tahun

“Yang saya khawatirkan, sertifikat induk itu dijaminkan. Itu rawan. Konsumen harus pastikan sertifikatnya ada atau tidak. Jangan tergiur harga murah,” pesannya.

Hanung menyampaikan keprihatinannya atas banyaknya warga yang menjadi korban pengembang yang tidak patuh aturan. Ia menegaskan BPN siap membantu masyarakat yang ingin memeriksa status sertifikat rumah mereka sebelum mengambil langkah hukum atau menghentikan cicilan seperti yang dilakukan AD.

“Informasi dari kami hanya sebatas memastikan apakah sertifikat itu sudah terbit dan atas nama siapa. Kasihan masyarakat kalau terus jadi korban,” tutupnya. (*)