BONE,BONEKU.COM,– Fenomena pernikahan anak masih menjadi tantangan serius di Kabupaten Bone. Terhitung sepanjang Januari hingga Juni 2025, sebanyak 14 anak mengajukan dispensasi nikah dini. Namun hanya 11 yang dikabulkan, karena terbukti dalam kondisi hamil di luar nikah.

Hal itu diungkapkan oleh Kepala UPT Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Dinas PPPA Bone, Agung, saat dikonfirmasi Kamis (3/7/2025).

Agung menjelaskan, pemberian dispensasi nikah berdasarkan hasil kerja sama (MoU) hanya diberikan bagi anak yang hamil di luar nikah. Di luar itu, permohonan otomatis ditolak.

Baca Juga:  Pekan Sehat Riang Gembira, Relawan Rio-Amir Berbagi Sarapan Gratis di Stadion Lapatau

“Ada 14 anak yang mengajukan dispensasi, 11 dikabulkan karena hamil di luar nikah, sementara 3 ditolak karena selain belum cukup umur, mereka juga tidak sedang hamil. Jadi tidak memenuhi syarat,” jelasnya.

Agung juga menegaskan bahwa pemerintah tetap berkomitmen mencegah perkawinan anak, salah satunya dengan memperketat pemberian rekomendasi dan terus mengedukasi masyarakat.

“Tren pernikahan dini memang terus menurun setiap tahun. Pemerintah aktif memberikan sosialisasi dan bimbingan konseling agar anak-anak tidak menikah di usia muda,” ujarnya.

Baca Juga:  16 Personel Brimob Polda Sulsel Ramaikan Gobar SCC Taklukkan Trek Makassar - Pangkep

Lebih lanjut, Agung menegaskan bahwa keputusan menolak dispensasi juga merupakan bagian dari upaya mendisiplinkan masyarakat agar tidak mengikuti dorongan emosional orang tua yang khawatir anaknya berpacaran.

Sementara itu, Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Bone, Hasnawati Ramli, menyebut tren pernikahan dini di Bone memang menunjukkan penurunan dalam dua tahun terakhir. Tahun 2023 tercatat ada 24 kasus, sementara tahun 2024 turun menjadi 12 kasus.

Baca Juga:  6 Tahun Menjabat Danyon C Pelopor di Bone, Begini Isi Hati AKBP Nur Ichsan

“Penurunannya signifikan. Tapi memang masih ada kecamatan-kecamatan yang angka pernikahan dininya tinggi, seperti di Libureng, Tanete Riattang Barat, dan Amali,” jelas Hasnawati.

Meski tren menurun, pemerintah daerah terus menekankan pentingnya edukasi dan pendekatan persuasif kepada masyarakat agar kasus pernikahan anak bisa ditekan lebih jauh. (*)