BONE,BONEKU.COM,– Suhu politik di Kabupaten Bone kian memanas. Sebanyak 35 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bone secara resmi melayangkan mosi tidak percaya terhadap Ketua DPRD Bone, A. Tenri Walinonong, S.H., atas dugaan pelanggaran tata tertib dan kode etik lembaga.

Surat mosi tidak percaya bertanggal Jumat, 10 Oktober 2025, itu diserahkan langsung kepada pimpinan DPRD Bone sebagai bentuk ketidakpuasan mayoritas anggota dewan terhadap kinerja sang ketua.

Pelapor sekaligus perwakilan anggota dewan, Hj. Adriani Alimuddin Page, S.E., menegaskan bahwa langkah tersebut diambil karena Ketua DPRD dinilai telah mencederai marwah lembaga dan mengabaikan prinsip kolektif kolegial sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

“Ketua DPRD Bone tidak mampu menjalankan asas kolektif kolegial yang merupakan prinsip dasar kepemimpinan di parlemen. Padahal, pimpinan DPRD adalah satu kesatuan yang bersifat kolektif dan kolegial,” tegas Hj. Adriani.

Menurutnya, sejumlah kebijakan dan sikap Ketua DPRD tidak lagi mencerminkan semangat kebersamaan di tubuh lembaga legislatif. Bahkan, beberapa keputusan disebut bertentangan dengan Pasal 164 ayat (2) juncto Pasal 165 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2014 serta Pasal 65 Tata Tertib DPRD Bone Tahun 2024.

Baca Juga:  40 Sekolah Siap Dijadikan Lokasi Seleksi CAT PPS

Hj. Adriani, yang juga anggota Fraksi PPP, mengungkapkan bahwa mosi tersebut ditandatangani oleh 35 anggota DPRD, termasuk tiga unsur pimpinan. Mereka menilai, keputusan-keputusan Ketua DPRD kerap diwarnai kepentingan pribadi.

“Beberapa kebijakan Ketua DPRD terindikasi dilandasi kepentingan pribadi. Kami merasa lembaga ini tidak lagi dijalankan secara kolektif, melainkan berdasar kehendak satu orang,” ujarnya.

Salah satu contoh yang disorot ialah proses penentuan jabatan Sekretaris Dewan (Sekwan). Menurutnya, seluruh fraksi telah sepakat merekomendasikan satu calon hasil asesmen. Namun, Ketua DPRD diduga menolak menandatangani rekomendasi tersebut hanya karena calon itu tidak melakukan komunikasi langsung dengannya.

“Bahkan, stempel lembaga sempat disembunyikan hingga pelantikan Sekwan tertunda dan menimbulkan polemik. Ini menunjukkan adanya ego pribadi yang menghambat proses kelembagaan,” ungkapnya.

Baca Juga:  Ada apa BAZNAS BONE Tiba-tiba ke Amali?

Tak hanya itu, Hj. Adriani juga menyoroti ketidakhadiran Ketua DPRD dalam sejumlah rapat penting, termasuk pembahasan APBD Perubahan 2025.

“Sebagai Ketua Banggar ex officio, beliau hampir tidak pernah hadir tanpa alasan yang jelas. Padahal, kehadiran pimpinan adalah kewajiban dalam setiap pembahasan anggaran,” katanya.

Ia juga menilai pernyataan Ketua DPRD yang menuding alat kelengkapan dewan (AKD) melakukan rapat tidak sah, tidak berdasar, karena seluruh mekanisme surat-menyurat telah melalui pimpinan sesuai prosedur.

Hj. Adriani menegaskan bahwa mosi ini bukan bentuk perlawanan pribadi, melainkan langkah konstitusional dalam menjaga marwah lembaga.

“Saya hanya mewakili teman-teman menyerahkan surat mosi. Faktanya, 75 persen anggota DPRD menandatangani surat tersebut. Selanjutnya, kami menunggu tindak lanjut dari Badan Kehormatan (BK),” ujarnya.

Mosi tidak percaya ini menjadi ujian serius bagi DPRD Bone. Publik kini menantikan langkah BK dalam menelaah laporan tersebut. Jika terbukti melanggar, bukan tidak mungkin posisi Ketua DPRD Bone A. Tenri Walinonong akan dievaluasi sesuai mekanisme yang berlaku.

Baca Juga:  Pj Bupati Winarno Resmikan Amanda Brownies Outlet Bone

Menanggapi mosi tersebut, A. Tenri Walinonong angkat bicara. Ia mengaku menghormati dinamika politik di internal dewan, namun menegaskan bahwa setiap proses harus dijalankan sesuai aturan.

“Secara pribadi saya menanggapi secara normatif. DPRD adalah lembaga politik yang bekerja berdasarkan hukum, bukan tekanan opini atau kepentingan sesaat. Kritik dan perbedaan pandangan adalah hal wajar, tapi harus berlandaskan aturan dan kode etik,” ujarnya saat dikonfirmasi, Rabu (15/10/2025).

Tenri Walinonong juga menyatakan kesiapannya menjalani pemeriksaan BK.

“Mosi tidak percaya belum memiliki kekuatan hukum sebelum diuji melalui mekanisme resmi di Badan Kehormatan. Hanya BK yang berwenang memutus apakah ada pelanggaran. Saya siap memberikan klarifikasi sesuai prosedur,” pungkasnya. (*)