BONE,BONEKU.COM,– Seiring dengan semakin dekatnya Pilkada 2024, muncul polemik dikalangan para pendukung paslon (Pasangan Calon) soal gelar bangsawan, hal itu kemudian menimbulkan perdebatan mengenai peran dan pengaruh gelar bangsawan dalam kontestasi politik.
Menanggapi polemik yang berkembang di kalangan pendukung terkait gelar kebangsawanan, Calon Wakil Bupati Bone pasangan Andi Islamuddin, Andi Irwandi Natsir angkat bicara, dirinya mengaku gerah dengan situasi yang berkembang dan aksi saling mengejek di Media Sosial (Medsos).
“Sejujurnya kami merasa gerah dengan polemik itu, saya mohon kepada seluruh simpatisan untuk
tidak terlalu jauh mempersoalkan gelar bangsawan. Mending kita berpolemik tentang hal-hal produktif yakni ide dan gagasan. Biarkanlah masyarakat menilai sesuai kapasitas yang kita miliki,” tegas Irwandi Natsir
Pernyataan ini disampaikan Andi Irwandi pasca menghadiri pertemuan keluarga di Desa Gona Kecamatan Kajuara Kabupaten Bone Sulawesi Selatan, Rabu kemarin, 11/9/2024
Lebih jauh Irwandi mengatakan jauh sebelum koalisi pasangan terjalin, Andi Irwandi mengaku intens bertemu merajut kebersamaan dengan seluruh figur calon bupati di Bone. Politik harmoni senantiasa didengungkan bersama-sama, agar pilkada tidak lagi melahirkan banyak kebencian antar keluarga, tetangga dan sekampung pasca pilkada sebagaimana yang sering terjadi sebelumnya. Upaya menjaga menjaga tatanan ini juga telah menjadi komitmen pasangan Tegak Lurus untuk membangun Bone.
“Kami berdua bersepakat menjaga itu kita orang Bone saling menghargai satu sama lain. Kita ciptakan nuansa kesejukan dan kedamaian agar jernih pikiranta menentukan pilihanta. Bone tempat lahirnya para ksatria pemberani, bukankah sifat kesatria dalam praktiknya adalah fair dalam bertanding, pemberani itu santun dalam kata, bijaksana dalam perbuatan dan komitmen dalam sikap. Karakter ini penting untuk menjaga tatanan karena Bone milik kita semua”, tutup Andi Irwandi.
Perdebatan mengenai gelar bangsawan dalam pilkada bone 2024 menyoroti dilema antara tradisi dan demokrasi. Tradisi dan Budaya memang penting, namun tidak boleh mengalahkan prinsip-prinsip demokrasi yang adil dan merata. (*)
Tim Redaksi