JAKARTA, BONEKU.COM — Polemik rangkap jabatan wakil menteri (wamen) sebagai komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terus bergulir. Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO), Hasan Nasbi, dan Ketua MPR RI, Ahmad Muzani, kompak menyatakan bahwa pemerintah tidak menyalahi konstitusi, meski Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan pertimbangan hukum terkait larangan tersebut.

“Sejauh ini, pemerintah tidak melanggar amar putusan MK. Larangan itu hanya ada dalam pertimbangan hukum, bukan dalam amar putusan,” kata Hasan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/7/2025).

Hasan meminta media untuk menelaah kembali isi putusan MK. Menurutnya, yang bersifat mengikat hanya amar putusan, bukan pertimbangan hukumnya.

Baca Juga:  Langkah Tegas NasDem: Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach di Nonaktifkan Dari DPR

“Coba teman-teman baca lagi. Amar putusan MK yang jadi pegangan. Sebelumnya juga sudah ada wamen yang merangkap komisaris,” tambah Hasan.

Ia menjelaskan, larangan hanya berlaku bagi menteri, kepala badan, atau kepala kantor. Sedangkan wamen tidak termasuk dalam kategori itu.

Senada dengan Hasan, Ketua MPR RI Ahmad Muzani juga menilai larangan tersebut hanya sebatas opini hukum dalam pertimbangan MK, bukan perintah final.

“Itu bukan keputusan, hanya pertimbangan. Jadi bukan larangan yang mengikat,” ujarnya.

Sementara itu, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Nezar Patria, yang juga menjabat sebagai Komisaris PT Indosat, enggan memberikan jawaban tegas soal sikapnya terhadap putusan MK.

Baca Juga:  Seorang Pemancing Jatuh Dari Perahunya, Basarnas Langsung Kerahkan Personil

“Ikut aturan hukum yang berlaku,” jawab Nezar singkat saat ditanya apakah siap mundur dari jabatan komisaris.

Pandangan berbeda disampaikan oleh para pakar hukum tata negara. Bivitri Susanti menegaskan, meski tidak tertulis dalam amar putusan, pertimbangan hukum MK tetap memiliki kekuatan hukum dan wajib diikuti.

“Pertimbangan hukum itu adalah bagian dari perintah pengadilan. Artinya, harus ditaati. Jika tidak, maka itu merupakan pembangkangan terhadap konstitusi,” tegas Bivitri.

Bivitri menyebut, sekitar 30 wamen yang saat ini menjabat sebagai komisaris BUMN harus segera dicopot.

Hal senada disampaikan Feri Amsari, yang menyebut rangkap jabatan wamen sebagai komisaris adalah tindakan inkonstitusional.

Baca Juga:  Wacana BUMN Pindah ke IKN, Erick Thohir: Nanti Kami Sampaikan Sendiri

“Pertimbangan hukum MK menyamakan posisi wamen dengan menteri. Maka tegas dikatakan, rangkap jabatan itu inkonstitusional dan harus segera dihentikan,” ujar Feri.

Ia memperingatkan, pembiaran terhadap pelanggaran ini bisa berdampak serius terhadap tata kelola administrasi BUMN di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Perdebatan soal wamen rangkap jabatan komisaris BUMN kini memunculkan pertanyaan serius: Apakah pemerintah akan patuh terhadap pertimbangan hukum MK, atau justru melanggarnya secara sistemik? Satu hal yang pasti, publik dan para pengamat tengah menyoroti sikap tegas Presiden dalam menata ulang etika pemerintahan. (*)